Hari pernikahanpun tiba. Aku dan Claudia akan mengikrarkan janji suci di altar pelaminan tempat 2 hati kan bersatu. Menjalin ikatan batin dan mengisi masa depan dengan hal indah berdua. Menjadi keluarga yang harmonis, mengasuh anak, dan membangun mimpi bersama.
Saat aku mulai mengucapkan janji, aku merasa yakin tanpa ada ragu di benakku. Walau dadaku berdegup dan seperti dalam keadaan ekstasi, semua proses pernikahanku dapat berjalan dengan lancar. Apakah ini hanya sekedar mimpi? Apakah ini hanya sekedar ilusi? Tidak, ini bukan mimpi bukan juga ilusi. Claudia idamanku kini telah menjadi istriku.
***
Tak terasa sudah 7 bulan, Aku dan Claudia melewati hari layaknya bulan dan bintang mengisi langit malam. Kami selalu bersama, dalam suka maupun duka. Jikalau diantara aku dan Claudia terjadi percekcokan, dapat kami atasi dengan cara kekeluargaan. Kami pun selalu bermain musik bersama, memainkan lagu-lagu klasik yang merupakan genre favorit kami.
Kesenanganku bertambah saat kulihat Claudia mengabarkan padaku bahwa dirinya hamil. ”Rendi, akhirnya keluarga kita akan lengkap. Aku hamil, Ren.!!” “Hamil? Dah berapa bulan usia kehamilanmu?” “3 bulan Ren!” 3 bulan? Berarti tinggal 6 bulan lagi. Aku tak sabar menunggu kehadiran malaikat kecilku, yang akan membawakan keceriaan dalam keluarga kami. Dengan tangis merdunya, dalam tawa lucux, serta senyum manisnya. Tak peduli anak perempuan dan laki-laki, pastilah bayi itu akan menjadi surga bagi aku dan Claudia.
***
Setelah 6 bulan, hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari ini Claudia akan melahirkan. Aku akan menyusul Claudia yang telah ada di rumah sakit 3 hari yang lalu. Di perjalanan menuju ke rumah sakit, aku bingung ingin menamai anakku siapa. Kalau laki-laki aku ingin menamainya Reza atau Roger. Kalau perempuan aku ingin menamakan dia Veronica ato Priscilia. Tapi biarlah Claudia yang menentukan namanya.
Sesampai di rumah sakit, aku bergegas ke ruangan tempat Claudia dirawat. Dan saat aku telah di depan kamar rawat Claudia, ternyata dia telah digotong ke ruang persalinan. Aku turut menemani untuk melarikannya ke ruang persalinan.
“Claudia, semangat ya. Kamu pasti bisa melahirkan dengan selamat. Aku juga sudah punya nama untuk anak kita. Jika laki-laki, aku ingin menamainya Roger atau Reza. Jika perempuan, aku ingin menamainya Veronica atau Priscilia. Sisanya kamu saja yang menentukan ya”kataku dengan tersenyum
“Terima kasih ya Rendi. Aku pasti kuat dan akan melahirkan anak pertama kita dengan selamat”. Itulah percakapanku dengan Claudia sebelum dia memasuki ruang persalinan.
Masuklah Claudia ke ruang persalinan dengan pakaian hijaunya. Aku dan ibu mertuaku hanya bisa menunggu di luar, aku tak bisa masuk ke dalam karena aku phobia darah. Melihat sedikit saja aku sudah mau pingsan, apalagi dengan literan darah yang keluar dari rahim Claudia, aku tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa berdoa dan berdoa untuk keselamatan anakku dan Claudia. Semoga kami dapat berkumpul bersama dan menjadi sebagaimana keluarga.
Setelah 12 jam menunggu dengan resah dan gelisah, datanglah dokter yang membantu persalinan Claudia. Dia datang dengan wajah tertunduk sambil berkata padaku
“Selamat pak, anak bapak perempuan lahir dengan selamat” katanya dengan mencoba memberikan senyum sendu
“Perempuan?” tanyaku
Dengan ragu ia menjawab “Iya pak. Tapi..”
“Tapi apa, Dokter?” Aku bertanya dengan degupan jantung yang semakin cepat
“Maaf pak, walaupun anak anda selamat, tapi istri bapak meninggal sesaat setelah melahirkan anak bapak. Kami berduka atas kematian istri bapak”
“A..a..apa? Claudia meninggal? Hahahaha, jangan bercanda, Dokter. Dokter Cuma bohong, kan?” “Sekali lagi maaf, pak. Tapi ini memang yang terjadi. Yang tabah ya pak. Istri bapak juga sebelum meninggal, menyampaikan kepada saya agar anaknya dinamai Priscilia” katanya sambil menepuk pundakku dan iapun berlalu.
Tak mungkin, aku tak percaya Claudia meninggal. Mimpi, ini pasti mimpi. Tapi sekeras apapun aku menyakiti diriku, aku dapat merasakan sakitnya. Berarti ini kenyataan, bukanlah mimpi belaka. Ya Tuhan, cobaan apa yang Kau berikan kepadaku ini?!!! Aku tak dapat menerima apa yang Kau berikan padaku ini. Salah apakah aku Ya Tuhan?!! Salah apa?!!
***
Itulah sekilas perjalanan cintaku dengan Claudia. Itulah juga alasan mengapa anak yang sangat kudambakan kelahirannya, berbalik kuanggap menjadi penyebab kematian istriku yang kusayangi. Senyum yang kuberikan padanya, telah menjadi amarah tersendiri untuk anak itu.
0 komentar:
Posting Komentar