Perkenalkan, namaku Muhammad Andre Ardiansyah, biasa dipanggil Andre. Kali ini, aku ingin menceritakan pengalaman pribadiku saat aku masih duduk di kelas 3 SMP. Pengalaman pribadi tentang seorang wanita yang aku sayangi, dan takkan terganti di hatiku, wanita berambut panjang bernama Alyssa.
15 September 2002
Suara klakson mobil dan motor di Jakarta terdengar nyaring di telingaku. Kemacetan di Jakarta memang tiada duanya. Walaupun begitu, aku tetap senang menyambut semester baru sekolahku. Bukan karena aku senang bertemu dengan guru-guru galak seraya diktator dunia, ataupun dengan pelajaran yang membuat otakku seperti kacang ercis yang telah jatuh dari pohonnya. Melainkan aku ingin melihat sosok indah berambut panjang bernama Alyssa.
Alyssa, anak pindahan dari Bandung yang masuk ke sekolahku saat semester 3 adalah anak perempuan yang cantik, pintar, juga baik. Dia adalah anak dari keluarga kaya, meskipun begitu dia tidak lantas menjadi anak yang sombong juga belagu. Pokoknya dia itu An Angel who falls from the heaven.
Semula keadaan sekolahku yang sangat membuat bulu kuduk merinding, berubah 180 derajat semenjak kehadirannya. Sekolahku yang kuanggap semak belukar, terlihat seperti roselia di ufuk mata ini. Aku pun berpikir agar aku dan dia tak lulus dari kelas 9 agar bisa tetap bersama dia setahun lagi.
Bu Hj. Sumiati memasuki kelas ku membawa absen dan tentunya buku bahasa Indonesia. Sebelum memulai pelajaran, ibu mengabsen terlebih dahulu. Dengan suara lengking khasnya yang selalu membuatku tertawa, ibu menyebutkan satu-persatu nama kami “Alif?” “hadir, bu” “Sofia?” “hadir, bu” begitulah seterusnya hingga nama Alyssa pun terucap “Alyssa? Alyssa Cantika Anadya ada?”. Hahh?? Tak terdengar sahutan “hadir” dari suara lembut Alyssa. Apakah dia tak datang? Tak mungkin pikirku. Dia adalah anak paling rajin di kelasku, tak seperti Udin yang hanya masuk kelas 3 kali seminggu. Ataukah dia sakit? Atau ada urusan keluarga? Beribu tanya muncul di benakku. Hingga dari luar kelas datang Santi, sahabat Alyssa yang memang selalu datang ke sekolah bersama-sama.
“Bu, gawat bu. Alyssa kecelakaan!! Mobilnya menabrak pohon!!”
“Apa?? Sekarang dia dimana?” kata ibu guru.
“Dia sekarang dibawa ke Rumah Sakit Harapan!”. Bu Sumiati pun bergegas ke ruang kepala sekolah dan meminta izin melihat keadaan Alyssa di rumah sakit, dan membawa beberapa diantara kami menyertainya, termasuk aku.
Debar jantung dan denyut nadiku meningkat. Aku takut terjadi apa-apa dengan Alyssa. Lagipula aku belum mengutarakan perasaanku kepada Alyssa, karena aku terlalu malu mengatakannya. Kadangkala aku mengganggap diriku ini pecundang yang tak berharga. Aku mencintainya, tapi tak mampu mengungkapkannya. Di lain pihak aku takut dia akan mejadi milik orang lain, tapi di lain pihak aku pun tak punya keberanian mengeluarkan segala unek-unek perasaanku untuknya. Ahh, tapi sepertinya itu masih terlalu cepat kupikirkan…
Kamar 203, kamar tempat Alyssa dirawat. Aku harus persiapkan mentalku untuk melihat keadaanya, kalau tidak, mungkin aku akan pingsan melihat sosok yang kukagumi terbaring di rumah sakit tempat dimana biasanya nyawa terbang lepas dari jasadnya. Ibu Sumiati pun membuka pintu dan mengucapkan salam “Assalamualaikum”. Sahutan “Waalaikumsalam” terdengar dari mulut Ibu Ratna, ibu Alyssa yang duduk di kamar rawat Alyssa sambil membaca Al-Qur’an. Di kamar itu pula, terlihat Alyssa, wanita manis dan murah senyum itu berbaring di tempat tidur dengan perban di kepala, kaki, dan tangannya. Aku tak percaya, sungguh tak percaya jasmani dan rohaniku melihat keadaan Alyssa seperti itu. Ini seperi telah kiamat bagi diriku.
“Bagaimana keadaan Alyssa, bu?” tanya bu Sumiati.
“Sampai saat ini, saya belum tahu bagaimana keadaan Alyssa sekarang. Dokter belum memberi tahu saya hasil dari pemeriksaannya”. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, ternyata itu pak dokter
“Ibu Ratna, bsa bicara sebentar?”
“ Oh, iya pak”jawab ibu Ratna.
Ibu Ratna pun keluar bersama pak dokter. Aku penasaran dengan hasil pemeriksaan Alyssa, tapi aku berharap dia akan baik-baik saja.
15 menit kemudian, ibu Ratna kembali dari pembicaraanya dengan dokter. Dia kembali dengan cucuran air mata di pipinya. Aku pun sempat kaget, jangan-jangan ada apa-apa dengan Alyssa.
”Tenang saja, Alyssa tidak apa-apa. Tapi dia harus dirawat di rumah sakit selama sebulan ini” kata ibu Ratna.
Aku bersyukur, walau aku merasa ibu Ratna menyembunyikan sesuatu. Tapi sudahlah, mana mungkin ibu sendiri merahasiakan kondisi anaknya. (bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar