Bertepatan dengan hari natal, hari ini adalah hari keluarnya Alyssa dari rumah sakit. Beruntung, karena hari ini hari libur, aku bisa datang lebih cepat ke rumah sakit. Aku bisa datang sekitar jam 10-an dengan motor Honda ku. Kesenanganku ini membuatku seperti melihat bunga rosella kesukaanku di setiap langkahku.
Di rumah sakit, aku berlari-lari menuju kamar 203, kamar tempat Alyssa dirawat. Dan sampai di kamar 203, pintu pun ku ketuk dan aku pun memberi salam, “Assalamualaikum”. Loh?? Kenapa ini? Mataku terheran, ternyata tidak ada orang di dalam kamar itu. Apa mungkin aku salah kamar? Tidak, ini memang kamar 203, kamar tempat Alyssa dirawat. Aku lantas menanyai suster tentang keberadaan Alyssa dengan tergesa-gesa
“Sus, pasien di kamar 203 kemana, ya?”
“Owhh, dia sudah pulang subuh tadi, dik”
“Makasih ya sus!” jawabku.
“Tapi, dik..” kata suster itu.
Aku mengabaikannya, karena aku terburu-buru ingin pergi ke rumah Alyssa yang berjarak 30km dari rumah sakit ini. Aku lantas cepat pergi ke tempat parkir, mengeluarkan motorku, dan bergegas pergi ke rumah Alyssa.
Sekitar 40 menit dari rumah sakit, akhirnya aku tiba di depan rumah Alyssa. Tapi sekali lagi aku keheranan, ada bendera putih di depan rumahnya dan terlihat banyak orang di rumah Alyssa. Tanpa basa-basi, aku langsung masuk ke rumah Alyssa. Betapa terkejutnya aku, melihat sesosok mayat yang sedang dibacakan Yasin oleh orang-orang di sekelilingnya. Terlihat pula ibu Ratna, dengan mata memerah dan wajah lembab bekas linangan air mata. Dengan langkah terponggoh-ponggoh, aku menuju ke arah ibu Ratna.
“Iii..bu, ini mayat siapa..?”
“Andre?? Ini mayat Alyssa nak..”jawab Ibu Ratna yang kaget melihatku.
Inna lillahi wa inna ilaihi roojiuun, aku tak percaya. Mataku buta, telingaku tuli, dan tubuhkupun tak bisa digerakkan. Mengapa ini bisa terjadi, bukan kah Alyssa akan baik-baik saja kata ibu Ratna?
“Maafkan ibu nak Andre. Sebenarnya saat ibu diberitahu hasil dari pemeriksaan dokter, Alyssa terkena gegar otak yang sangat parah. Dan sisa hidupnya pada saat itu tinggal sebulan lagi”sambung ibu Ratna lagi.
Mengapa ini bisa terjadi padaku? Kebahagiaan yang sebenarnya hanya dapat ku genggam, lenyap begitu saja dari mataku. Aku tak kuasa menahan sedihku, hingga linangan air mata telah muncul dari ufuk mata, mengalir di pipiku yang memucat, dan jatuh ke tanah sebagai mata air yang akan membasahi tanah kubur Alyssa nanti.
”Kenapa ibu tidak mengatakan ini kepada kami semua?” tanyaku
“Ibu tidak mau membuat kalian semua cemas karena Alyssa. Alyssa juga pasti sedih semua orang menangis karena dia”
“Apa Alyssa juga tahu bahwa hidupnya tinggal 1 bulan lagi?” kataku.
“Ya, Alyssa tahu. Tapi dia juga tidak mau memberitahukannya kepada orang lain, khususnya kamu Andre. Dan ini ada surat dari Alyssa yang dia tulis menjelang kematiannya”. Dan kubaca surat yang lembab karena air mata itu dengan tanganku yang tak berhenti bergetar
Untuk Andre yang kusayangi. Mungkin saat kamu membaca surat ini, aku telah b erada di dunia fana di atas sana. Aku hanya ingin berterima kasih telah menjadikan hidupku lebih berarti. Semua yang kamu lakukan telah membekas di hati juga sanubariku. Sedih dan pedihku sejenak berubah menjadi senang dan sukaku. Bunga roselia yang kau hadiahkan padaku telah menjadikan aku tegar walaupun aku tahu hidupku sudah tak lama lagi. Ocehanmu, candamu, juga nyanyianmu bergema tak kunjung berhenti di telingaku. Maafkan aku telah membuatmu kecewa. Aku hanya tak ingin engkau meneteskan air mata hanya karenaku. Membuat dirimu gundah bak seekor walet mencemaskan anaknya. Aku hanya ingin engkau tersenyum, layaknya dirimu yang memintaku agar tetap tersenyum dalam keadaan apapun, senang ataupun sedih. Tapi sebuah tanya terbesit di benakku. Apakah engkau juga merasakan apa yang kurasa? Memikirkan apa yang aku fikirkan? Aku harap demikian adanya. Tapi tak mengapa jikalau aku tak pasti di benakmu Sudah cukup bagiku ketika engkau menemaniku saat berbaring tak berdaya di dalam rumah sakit. Walaupun jasadku nanti telah tiada, tapi cintaku akan kubawa menemaniku menari dan menyanyi di atas langit sana. Bagiku kamu merupakan merpati putih yang Takkan Terganti.. Dengan berakhirnya surat ini, telah ku ikhlaskan nyawaku ini untuk Tuhanku Yang menciptakanku dan juga mematikanku ~Alyssa
Betapa bodohnya aku. Orang yang kucintai juga mencintaiku? Tapi dia tak tahu bahwa aku juga mencintainya. Andai aku tahu begini jadinya, aku pasti..aku pasti… Ahh, sudahlah, bagaimanapun keadaanya aku tak dapat memutar waktu kembali dan menjadikannya ambisi. Menyesali sesuatu hanya membuat masalahku menjadi kelabu. Aku harus bangkit dan tersenyum, tak boleh kalah oleh kesedihan hasil dari sebuah penyesalan. Aku harus mengambil hikmah dari cobaan yang diberikan kepadamu juga kepadaku ini. Terima kasih Alyssa, terima kasih telah mengajarkanku arti dari sebuah ketulusan. Alyssa, kamu adalah seseorang pelipur laraku yang Takkan Terganti di hati ini.
The End
Selengkapnya...
Sabtu, 10 Maret 2012
TAKKAN TERGANTI part 3
TAKKAN TERGANTI part 2
Lonceng berdenting terus menerus, tanda pelajaran telah berakhir. Sudah lama aku ingin pulang, karena nafsuku untuk belajar bahasa Inggris sudah habis. Pelajaran yang paling membuat otakku seakan-akan kempes tak berbentuk. Selain itu, aku ingin langsung menjenguk Alyssa di rumah sakit. Kata ibu Ratna, Alyssa sudah sadar kemarin. Aku ingin menghibur dia dan memberi dia catatan pelajaranku. Aku berharap aku dapat melihat senyum manisnya lagi.
Di rumah sakit, aku mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
“Waalaikumsalam. Oh nak Andre. Kebetulan, bisa jagain Alyssa sebentar? Ibu ingin pergi sebentar beli makanan. Bisa, kan?”
“Oh, iya bu. Tidak apa-apa.” Kataku dengan wajah memerah.
”Alyssa, ibu pergi dulu ya”
“Iya bu, hati-hati ya”. Jawab Alyssa.
“Andre, makasih ya dah jenguk aku.” Kata Ify kepadaku.
“Gak apa-apa kok. Itu kan tugas sebagai teman” balasku.
“Alys, aku ke sini mau ngasih lihat catatan pelajaranku saat kamu gak di sekolah. Sekaligus mau hibur kamu”
“Waah, makasih banget ya. Aku memang kepikiran terus dengan sekolah. Aku berharap bisa cepat sembuh dan bisa bersekolah lagi dengan kalian”jawab Alyssa dengan senyum indahnya. Aku lalu memberi catatanku dan memulai bercengkrama dengannya.
20 menit bercengkrama dengannya, aku lalu menawari diriku bernyanyi untuknya. “Alys, boleh gak aku nyanyi untuk ngehibur kamu ?” “Nyanyi? Gak papa kok, Dre. Malah aku seneng kamu nyanyi”. Aku pun beranjak dari kursi lalu menyanyikan lagu dari Kahitna, yang judulnya “Takkan Terganti”
Telah lama sendiri
Dalam langkah sepi
Tak pernah kukira bahwa akhirnya
Tiada dirimu di sisiku
Meski waktu datang dan berlalu
Sampai kau tiada bertahan
Semua takkan mampu mengubahku
Hanyalah kau yang ada di relungku
Hanyalah dirimu
Mampu membuatku jatuh dan mencinta
Kau bukan hanya sekedar indah
Kau tak akan terganti
Setelah menyanyi, ibu Ratna datang. Aku pun bergegas berpamitan dengan ibu Ratna dan Alyssa. “Alys, ibu, saya pulang dulu yah.” “Oh iya, makasih ya Andre. Suara kamu bagus banget. Terima kasih ya udah ngehibur aku!” “Hahaha, masama Alys. Aku pergi dulu ya. Assalamualaikum”
”Waalaikumsalam” jawab Alyssa dan ibunya.
***
Seperti hari-hari sebelumnya, sepulang sekolah aku langsung pergi menjenguk Alyssa. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini aku sangat deg-degan. Rencananya aku akan mengutarakan perasaanku kepada Alyssa. Yahh, tak peduli apakah dia juga memiliki rasa yang sama sepertiku atau tidak, yang terpenting aku telah mengeluarkan semua beban yang telah lama bernaung di hatiku
Di rumah sakit, setelah aku mengucapkan salam aku masuk ke kamar rawat Alyssa. Tapi aku melihat pemandangan yang menusuk perasaanku, yaitu aku melihat Alyssa menangis sambil menggenggam surat di tangannya. Aku tak pernah melihat Alyssa menangis sebelumnya. Hanya senyumlah yang pernah Alyssa perlihatkan ketika bertemu aku dan teman-temanku. Alyssa yang melihatku bergegas mengusap air matanya dengan tangannya dan menyembunyikan suratnya
“Oh Andre ya?” kata Ify
“Hai Alys. Lohh, kok kamu nangis?”
“Nggak apa-apa, cuma kemasukan debu kok”
“Ohh..”jawabku. Kemasukan debu?? Mana mungkin pikirku. Aku ini bisa membedakan tangis karena kemasukan debu dan tangis yang sesungguhnya. Kenapa dia berbohong padaku? Tapi sudahlah, aku tak ingin banyak bertanya pada Alyssa yang sedang sakit.
Setelah itu, Alyssa bermohon padaku
“Andre, aku punya permintaan khusus untukmu. Apa kamu mau mengabulkannya untukku?” “Permintaan apa Alys?”
“Aku juga ingin bernyanyi, tapi duet dengan kamu. Kamu mau?” pintanya
“Oh, tentu saja Alys. Itu permintaan gampang kok!”
. Alyssa pun meminta tolong padaku membawakan keyboard ke samping tempat tidur, keyboard yang memang dia pesan kepada ibunya untuk membawanya ke rumah sakit. “Andre, kita nyanyi lagu Mungkinkah dari Stinky, ya?” “Ok” jawabku. Mulailah jari-jari lentik Alyssa memainkan keyboardnya dengan lihai. Kami pun bernyanyi layaknya Pasha ungu dan Rossa. Suara kami menyatu dan menjadi melodi yang merdu di telinga. Ini merupakan kenangan termanisku bersamanya.
Setelah bernyanyi, aku berpamitan dengan Alyssa untuk pulang cepat karena aku punya banyak PR. “Alys, aku pulang dulu yah. Moga cepat sembuh, Get Well Soon” “Makasih ya Andre. Terima kasih atas semuanya” “Ahh, gak apa-apa kok. Santai aja.” Kataku. Aku berpikir, inilah saatnya aku mengungkapkan semuanya. “Alyssa, ada yang ingin aku ngomongin sama kamu.” “Apaan Ndre?” Dengan muka tanda tanya. Tapi tiba-tiba badanku keram, dan aku rasa kepalaku panas sekali. Tanpa sadar terucaplah kata “Banyak minum air dan jangan lupa minum obat, ya..!!” kata-kata yang sungguh tak berhubungan dengan perasaanku. “Ahh? Oh iya, makasih lagi atas sarannya”. Ternyata aku belum cukup berani mengatakan semuanya. Akupun pulang dengan langkah terpatah-patah.
Selengkapnya...
TAKKAN TERGANTI part 1
Perkenalkan, namaku Muhammad Andre Ardiansyah, biasa dipanggil Andre. Kali ini, aku ingin menceritakan pengalaman pribadiku saat aku masih duduk di kelas 3 SMP. Pengalaman pribadi tentang seorang wanita yang aku sayangi, dan takkan terganti di hatiku, wanita berambut panjang bernama Alyssa.
15 September 2002
Suara klakson mobil dan motor di Jakarta terdengar nyaring di telingaku. Kemacetan di Jakarta memang tiada duanya. Walaupun begitu, aku tetap senang menyambut semester baru sekolahku. Bukan karena aku senang bertemu dengan guru-guru galak seraya diktator dunia, ataupun dengan pelajaran yang membuat otakku seperti kacang ercis yang telah jatuh dari pohonnya. Melainkan aku ingin melihat sosok indah berambut panjang bernama Alyssa.
Alyssa, anak pindahan dari Bandung yang masuk ke sekolahku saat semester 3 adalah anak perempuan yang cantik, pintar, juga baik. Dia adalah anak dari keluarga kaya, meskipun begitu dia tidak lantas menjadi anak yang sombong juga belagu. Pokoknya dia itu An Angel who falls from the heaven.
Semula keadaan sekolahku yang sangat membuat bulu kuduk merinding, berubah 180 derajat semenjak kehadirannya. Sekolahku yang kuanggap semak belukar, terlihat seperti roselia di ufuk mata ini. Aku pun berpikir agar aku dan dia tak lulus dari kelas 9 agar bisa tetap bersama dia setahun lagi.
Bu Hj. Sumiati memasuki kelas ku membawa absen dan tentunya buku bahasa Indonesia. Sebelum memulai pelajaran, ibu mengabsen terlebih dahulu. Dengan suara lengking khasnya yang selalu membuatku tertawa, ibu menyebutkan satu-persatu nama kami “Alif?” “hadir, bu” “Sofia?” “hadir, bu” begitulah seterusnya hingga nama Alyssa pun terucap “Alyssa? Alyssa Cantika Anadya ada?”. Hahh?? Tak terdengar sahutan “hadir” dari suara lembut Alyssa. Apakah dia tak datang? Tak mungkin pikirku. Dia adalah anak paling rajin di kelasku, tak seperti Udin yang hanya masuk kelas 3 kali seminggu. Ataukah dia sakit? Atau ada urusan keluarga? Beribu tanya muncul di benakku. Hingga dari luar kelas datang Santi, sahabat Alyssa yang memang selalu datang ke sekolah bersama-sama.
“Bu, gawat bu. Alyssa kecelakaan!! Mobilnya menabrak pohon!!”
“Apa?? Sekarang dia dimana?” kata ibu guru.
“Dia sekarang dibawa ke Rumah Sakit Harapan!”. Bu Sumiati pun bergegas ke ruang kepala sekolah dan meminta izin melihat keadaan Alyssa di rumah sakit, dan membawa beberapa diantara kami menyertainya, termasuk aku.
Debar jantung dan denyut nadiku meningkat. Aku takut terjadi apa-apa dengan Alyssa. Lagipula aku belum mengutarakan perasaanku kepada Alyssa, karena aku terlalu malu mengatakannya. Kadangkala aku mengganggap diriku ini pecundang yang tak berharga. Aku mencintainya, tapi tak mampu mengungkapkannya. Di lain pihak aku takut dia akan mejadi milik orang lain, tapi di lain pihak aku pun tak punya keberanian mengeluarkan segala unek-unek perasaanku untuknya. Ahh, tapi sepertinya itu masih terlalu cepat kupikirkan…
Kamar 203, kamar tempat Alyssa dirawat. Aku harus persiapkan mentalku untuk melihat keadaanya, kalau tidak, mungkin aku akan pingsan melihat sosok yang kukagumi terbaring di rumah sakit tempat dimana biasanya nyawa terbang lepas dari jasadnya. Ibu Sumiati pun membuka pintu dan mengucapkan salam “Assalamualaikum”. Sahutan “Waalaikumsalam” terdengar dari mulut Ibu Ratna, ibu Alyssa yang duduk di kamar rawat Alyssa sambil membaca Al-Qur’an. Di kamar itu pula, terlihat Alyssa, wanita manis dan murah senyum itu berbaring di tempat tidur dengan perban di kepala, kaki, dan tangannya. Aku tak percaya, sungguh tak percaya jasmani dan rohaniku melihat keadaan Alyssa seperti itu. Ini seperi telah kiamat bagi diriku.
“Bagaimana keadaan Alyssa, bu?” tanya bu Sumiati.
“Sampai saat ini, saya belum tahu bagaimana keadaan Alyssa sekarang. Dokter belum memberi tahu saya hasil dari pemeriksaannya”. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, ternyata itu pak dokter
“Ibu Ratna, bsa bicara sebentar?”
“ Oh, iya pak”jawab ibu Ratna.
Ibu Ratna pun keluar bersama pak dokter. Aku penasaran dengan hasil pemeriksaan Alyssa, tapi aku berharap dia akan baik-baik saja.
15 menit kemudian, ibu Ratna kembali dari pembicaraanya dengan dokter. Dia kembali dengan cucuran air mata di pipinya. Aku pun sempat kaget, jangan-jangan ada apa-apa dengan Alyssa.
”Tenang saja, Alyssa tidak apa-apa. Tapi dia harus dirawat di rumah sakit selama sebulan ini” kata ibu Ratna.
Aku bersyukur, walau aku merasa ibu Ratna menyembunyikan sesuatu. Tapi sudahlah, mana mungkin ibu sendiri merahasiakan kondisi anaknya. (bersambung)
Selengkapnya...