Jumat, 13 April 2012

SUAMI TERBAIK UNTUK BUAH HATI TERCINTA part 5

Sekitar 10 menit aku sampai di gedung penamatan TK Priscilia. Yah jaraknya memang lumayan dekat dari kediamanku. Ku parkirkan mobil Terios hitamu di tempat parkir. Setelah itu, kubuka pintu mobilku dan berlarilah aku ke dalam gedung penamatan Priscilia.

Di dalam gedung penamatan, aku terkesima dengan luasnya ruangan ini. Tempat duduk yang barisannya menurun dengan teratur dan berfokus pada panggung yang megah tempat para anak-anak lucu lulusan TK mempersembahkan persembahan terakhirnya untuk guru dan orang tua.

Aku mencari Priscilia di dalam gedung itu. Tapi tak tampak wajah dan sosok malaikat kecilku itu. Yang aku lihat Cuma sosok ibu duduk diantara kerumunan orang. Aku pergi ke arah ibu dan berkata

“Ibu” kataku.

“Rendi, kenapa kamu ada di sini?” jawab ibu keheranan.

“Aku ingin meminta maaf kepada Priscilia, bu. Aku sudah tahu bahwa perbuatanku selama ini terhadapnya salah. Kali ini aku akan berubah, berubah menjadi ayah yang semestinya” .

“Hmff… Akhirnya kamu sadar Rendi. Baguslah, aku harap kamu akan menjadi ayah yang terbaik baginya” jawab ibu kepadaku.

“Jadi, dimana Priscilia sekarang?” tanyaku

“Kamu duduk saja di samping ibu, dan lihat saja yang akan terjadi!” kata ibu kepadaku.

“Ahh? Baiklah bu” jawabku

Aku duduk di samping ibu, walau tak tahu maksudnya. Tiba-tiba terdengar suara instrument dari Loudspeaker di sekeliling gedung. Tunggu dulu… Aku kenal dengan suara dari instrument ini. Ini…ini lagu “Cinta Untuk Mama” yang sering aku bawakan bersama Claudia saat aku bermain musik bersama.

“Inilah persembahan terakhir dan spesial dari murid kesayangan kita bersama, Priscilia Saufika Claudia!” Priscilia? Priscilia membawakan lagu “Cinta Untuk Mama” lagu yang sering kumainkan bersama mamanya? Aku tak sabar mendengar suara dari mulut manis anakku. Sekarang fokusku terletak di panggung megah itu.

“Pagi semua. Hari ini aku akan membawakan lagu Cinta Untuk Mama, lagu yang kupersembahkan untuk Mamaku berada di surga atas sana, juga papaku yang mungkin tak menganggapku ada”.

Apa yang kuberikan untuk mama
Untuk mama tersayang?
Tak kumiliki sesuatu berharga
Untuk mama tercinta


Hanya ini kunyanyikan
Senandung dari hatiku untuk mama
Hanya sebuah lagu sederhana
Lagu cintaku untuk mama

Ku rintihkan lagi air mataku. Mataku sayup, badanku menggigil, dan lidahku tak dapat lagi berbicara apa-apa. Suara Priscilia, sungguh sungguh sangat indah. Suasana terhening, yang terdengar hanyalah suara emas Priscilia saja. Aku juga melihat banyak orang lain menangis karena suara Priscilia. Claudia, seandainya kamu masih hidup, kita dapat bermain musik lagi dengan anak kita yang akan menjadi vocalist nya.

Aku pun memberanikan diri menuju panggung tempat Priscilia bernyanyi. Akan ku tunjukkan pada dunia bahwa aku, Ayahnya juga menyayangimu Priscilia.

Setelah bernyanyi, Priscilia mengucapkan seonggok kata kepada para hadirin di gedung “Sekian yang dapat aku persembahkan kali ini. Terima kasih kepada kedua orang tuaku, juga kepada sekolah yang telah memberikan aku kesempatan berada di panggung ini. Aku berharap, kedua orang tuaku akan bangga kepadaku walaupun tak pernah sedetikpun mereka berada di sampingku”

“Kau salah, Priscilia…”

“A..ayah? Kenapa ayah di sini?”tanya Priscilia.

“Aku ada di sini karena ayah menyayangimu Priscil. Mungkin dulu ayah tak menganggapmu tiada di mata ayah, tapi sekarang ayah menganggapmu segalanya di hati ayah. Kemarilah Priscil, peluklah ayah sebagai ganti rugi karena ayah tak pernah sekalipun mengayunmu saat kamu masih dalam keadaan bayi. Apakah kamu mau menerima permintamaafan ayah?” pintaku

“Ayah…Ayah…!!”teriak Priscilia

Dia datang ke dalam pelukanku. Tak pernah sekalipun aku berbuat ini kepadanya. Dan baru sekarang aku merasakan rasanya dipeluk oleh anak sendiri. Sungguh, aku menyesal telah membuang waktuku selama ini dengan menyalahkan Priscilia sebagai penyebab kematian Claudia.

“Apa ayah janji akan menyayangi aku seperti ayah menyayangi ibu?” tanya Priscilia dengan isak tangisnya.

“Ya, ayah berjanji akan menyayangimu Priscil. Ayah janji” jawabku dengan senyuman tanda ketulusan hatiku.

Suara gemuruh tepuk tangan membanjiri gedung ini. Semua terharu, termasuk ibuku yang duduk di kursi penonton. Aku telah membuktikan kepada setiap orang bahkan dunia, bahwa aku juga menyayangi anakku sendiri, Priscilia..

Claudia, apakah kamu ada dalam gedung ini? Apakah kamu menyaksikan momen indah antara aku dan anak kita? Ataukah kamu juga telah ada dipelukan kami berdua? Atau mungkin kamu ingin menagih janjiku? Ya, janji untuk menyayangi anak kita sudah aku penuhi, aku penuhi dengan hati yang bersih dan suci. Dan sekarang aku telah mendapatkan hadiah tak ternilai, lebih dari segudang emas ataupun sebongkah berlian. Tetapi aku mendapatkan sepatah kata “Suami Terbaik” dari hatimu. Dan aku akan berusaha untuk mendapatkan sepatah kata lagi dari Priscilia, yaitu “Ayah Terbaik”. Terima kasih Claudia..Terima kasih atas segala tentangmu yang membuat hidupku lebih berarti..Terima kasih Claudia..Terima kasih…

Selengkapnya...

SUAMI TERBAIK UNTUK BUAH HATI TERCINTA part 4

Jam 10 malam, aku sampai di rumah setelah lelah bekerja. Aku membuka sepatuku dan meletakkan tasku di ruang keluarga. Aku menyalakan TV dan membaringkan badaku di sofa. Orchestra yang aku tunggudi tv belum tayang, sehingga lama kelamaan mataku mulai sayup. Dan tertidurlah aku..

“RENDI…bangun Rendi..”

Suara ini..aku mengenal suara ini. Suara manis dan lembut ini, ini adalah suara CLAUDIA! Aku memulai membuka mata dengan perlahan-lahan. Dan ternyata, memang CLAUDIA! Dia berpakaian putih layaknya malaikat. Lantas akupun bertanya

“Cla..Claudia, ini kamu?”

“Ya, ini aku Rendi. Aku ada di sini karena aku ingin berbicara denganmu” jawab Claudia.

“Berbicara denganku? Berbicara tentang apa, Claudia?”

“Tentang Priscilia. Kenapa kamu berbuat setega itu kepada dia selama ini?”

“Priscilia? Aku berbuat begini karena aku menganggap dia lah penyebab kematian kamu. Apakah perbuatankuku salah?!!”dengan suara sedikit membentak

.”Apakah kamu bodoh, Rendi? Buah hati yang kita dambakan selama ini, malah kau sakiti dia tanpa hati? Rendi, bukalah hatimu! Janganlah menganggap Priscilia sebagai penyebab kematianku. Aku mati karena memang sudah takdirku. Anak yang suci itu jangan kau salahkan, apalagi kau siksa. Aku mohon Rendi, sayangilah Priscil, layaknya kamu menyayangi aku. Dialah orang yang akan meneruskan aku sebagai wanita yang akan selalu mendampingimu dalam hidupmu.”

“Apakah aku bisa, Claudia? Aku pikir tak semudah itu menyayanginya” kataku.

”Kamu bisa, Ren. Anggaplah dia sebagai aku. Aku yang akan menyayangimu selalu”

“Ba..baiklah Claudia. Aku akan mencoba walau aku tahu itu sukar karena masih ada dendam dalam diriku”

Claudia mulai beranjak dari hadapanku dan mulai berjalan entah ke arah mana. Aku mulai takut apakah dia akan dengan mudahnya meninggalkanku lagi. Tapi, saat berjalan 7 langkah, dia berbalik kepadaku dan berkata

“Rendi, kamu adalah suami yang baik. Dan akan menjadi yang terbaik jika Priscilia pun kamu anggap seperti aku….”Dan kemudian, Claudia mulai melangkah lagi dan lenyaplah dia dari hadapanku.

“Claudia..Claudia… Jangan pergi.!!”

Seiring teriakanku, aku lantas terbangun dengan badan berkeringan dan nafas yang terengah-engah. Terbangun? Berarti yang kualami tadi hanyalah mimpi? Tapi rasanya seperti nyata, seperti Claudia memang datang walau melalui mimpiku. Ya, Claudia pasti datang padaku lewat mimpi dan menasehatiku dengan segala yang terjadi. Semua dendam dan prasangka burukku tentang Priscilia luntur dan lenyap karena kata-kata Claudia. Dan hari ini aku akan berubah, aku akan berubah dan akan mulai menyayangi Priscilia kemudia menjadi Suami Terbaik bagi Claudia. Walau penyesalan pasti ada dari apa yang akan kulakukan sedari dulu.

Saat aku terbangun, aku merasa aneh. Ada selimut terbalut di badanku. Yang ku ingat, aku tak pernah mengambil selimut sebelum aku tidur. Siapa yang memberikanku selimut saat aku tidur? Ibu? Tidak, ibu pasti sudah terlelap dalam tidurnya dan tak mungkin membalutkanku selimut saat dia tidur dengan lelap. Aku melihat ada segenggam kertas di atas meja di samping sofa bertuliskan “Mimpi Indah, Ayah J”. Priscilia.. Priscilia yang membalutkan aku selimut saat aku tidur? Hal ini tak pernah dilakukan oleh keluargaku yang lain selain Claudia. Dan sekarang Priscilia lah yang berbuat ini kepadaku saat aku terlelap. Aku..aku sungguh merasa berdosa dengan apa yang selama ini kulakukan kepadanya. Ternyata dia memiliki hati yang suci nan bersih, sama seperti ibunya.

Aku bergegas ke kamar Priscilia. Aku ingin meminta maaf dan memeluk dia berharap dia akan memaafkan segala dosa yang telah kuperbuat selama ini. Kubuka kenop pintunya, dan aku berteriak “Priscilia!” Tapi aku terheran, tak terdapat sosok malaikat kecil itu di kamarnya. Apa mungkin di pergi sekolah? Tidak, hari ini hari minggu. Lantas, kemanakah dia pergi? Aku lau pergi ke luar kamar, tetapi tiba-tiba langkahku tertahan karena selembar surat yang aku injak. Ku menunduk, dan membaca surat itu dan ternyata surat itu ialah undangan orang tua guna menghadiri perpisahaan murid pada tanggal 17 Februari 2007, tepat pada hari ini. Kenapa Priscilia tidak mengatakan padaku bahwa hari ini ialah hari penamatannya? Apakah ia berpikir bahwa sia-sia saja memberi tahu ayahnya karena tidak mungkin dia akan datang? Serasa membesar lagi dosa dalam batin serupa batu ini.

Ku bergegas mandi membersihkan tubuhku, yah mungkin hanya 3 menit saja. Setelah itu aku memakai baju terbaikku guna mendatangi acara penamatan Priscilia. Aku berharap sekarang dia bangga mempunyai ayah sepertiku. Akan ku tepis pemikirannya bahwa aku ini ialah ayah yang tak mengenal kasih sayang. Ayah yang akan melindungi dia dan mengajarkan dia arti kasih sayang, layaknya ayah-ayah yang lain.


Selengkapnya...

SUAMI TERBAIK UNTUK BUAH HATI TERCINTA part 3

Bertepatan dengan hari kematian istriku juga ulang tahun penyebab kematian Claudia, aku mulai melihat kembali foto-fotoku saat bersama Claudia. Foto kami saat bermain musik bersama, bulan madu bersama, juga saat merayakan ulang tahun bersama. Sungguh aku ingin mengulang masa-masa bersamamu lagi, Claudia.

Selain itu, ku buka catatanku berisi curahan hatiku saat aku telah kehilangan dirimu, Claudia. Curahan hati yang sangat dalam menggambarkan seluruh isi dalam seluk beluk hati dan fikiranku. Aku menggambarkannya di dalam sepedih-pedihnya bait-bait elegi, walaupun sebenarnya apa yang kurasakan tak dapat tergambarkan oleh kata-kata hasil dari ukiran sebuah pena. Simaklah curahan hatiku ini, Claudia…!

Untuk Claudia

Seandainya engkau tahu, betapa selalu indah saat kau ada di sampingku. Seandainya ku kan tahu betapa cepatnya engkau harus pergi dari hidupku. Aku takkan ragu, takkan ragu tuk menikah sejak awal cerita kita. Namun kini engkau pergi, tinggal aku berkasih dengan bayangmu.

Mengapa kau tega tinggalkan ku sendiri di sini? Engkau bahagia di atas langit sana, sedangkan aku merana di atas bumi ini. Engkau mungkin tersenyum di sana, sedangkan aku basah oleh cucuran air mata yang tak kunjung surut ini.

Tapi jika engkau juga sedih melihatku begini, buatlah aku tersenyum lagi. Walaupun jasadmu telah tiada, tapi aku yakin cintamu lah yang akan menjawab pertanyaan dan akan membuatku serasa memelukmu lagi. Apakah aku telah menjadi suami yang terbaik bagimu? Membawamu dari hinanya kesendirian, ke dalam eloknya kebersamaan? Menggandengmu dari kehidupan manja, ke dalam kehidupan romantisme dunia? Membuat tanah gersang di sekelilingmu menjadi padang bunga berisi ribuan kenangan indah yang kita tanam bersama? Jawablah Claudia..!! Jawablah..!! Aku butuh jawabmu agar aku dapat bertahan hidup dalam fanatiknya hidupku. Sekali lagi, jawablah Claudia..!! Tapi jikalau engkau tak dapat menjawabnya sekarang, tunggulah kehadiranku di sampingmu Claudia. Aku akan menyusulmu saat bibirku tak sanggup lagi berbicara, dan tanganku tak dapat lagi memainkan biola juga menulis syair-syair dengan pena usangku. Maka aku akan mendengar jawaban dari pertanyaanku langsung dari bibir manis bekas cumbuanku. Tunggulah aku, Claudia. Tunggulah aku…..

Tanpa sadar, lagi-lagi aku menitihkan air mata. Aku tak dapat lagi mengetahui sudah berapa kalikah aku menangis karenamu Claudia. Apakah aku gila? Ya, aku telah gila karena kehilangan dirimu, Claudia.

***

Saat aku di rumah, Priscilia dirawat oleh ibuku. Aku tak pernah meluangkan waktu untuknya. Hati ini masih menanam dendam karenanya. Aku sangat jarang berbicara dengan Priscilia, aku dapat menghitung pembicaraanku dengannya dengan jari-jariku.

Saat aku ingin berangkat kerja, tiba-tiba datanglah setan kecil itu ke dekatku sambil berkata “A..ayah, mau nggak ayah antar aku ke TK ku? Teman-temanku tak pernah melihatku pergi bersama orang tuaku dan mengganggap aku ini tidak punya orang tua.”

“Maaf, ayah sibuk. Nanti saja!”bentakku

“Tapi, ayah..”

“Ayah bilang nanti saja..!!! Kamu punya telinga, tidak?!!” kataku ketus

“I..iya ayah. Aku mengerti. Maafkan aku ayah.”

“Pergilah sama nenek kamu, daripada membuat ayah susah.”

“Baik, Ayah”. Priscilia pergi dengan wajah tertunduk dan mata berkaca. Apakah aku salah? Ahh, salah atau tidak aku tak peduli. Yang penting dia telah pergi dari hadapanku. Aku tak kuat melihat muka orang penyebab kematian istriku.


Selengkapnya...

SUAMI TERBAIK UNTUK BUAH HATI TERCINTA part 2

Hari pernikahanpun tiba. Aku dan Claudia akan mengikrarkan janji suci di altar pelaminan tempat 2 hati kan bersatu. Menjalin ikatan batin dan mengisi masa depan dengan hal indah berdua. Menjadi keluarga yang harmonis, mengasuh anak, dan membangun mimpi bersama.

Saat aku mulai mengucapkan janji, aku merasa yakin tanpa ada ragu di benakku. Walau dadaku berdegup dan seperti dalam keadaan ekstasi, semua proses pernikahanku dapat berjalan dengan lancar. Apakah ini hanya sekedar mimpi? Apakah ini hanya sekedar ilusi? Tidak, ini bukan mimpi bukan juga ilusi. Claudia idamanku kini telah menjadi istriku.

***

Tak terasa sudah 7 bulan, Aku dan Claudia melewati hari layaknya bulan dan bintang mengisi langit malam. Kami selalu bersama, dalam suka maupun duka. Jikalau diantara aku dan Claudia terjadi percekcokan, dapat kami atasi dengan cara kekeluargaan. Kami pun selalu bermain musik bersama, memainkan lagu-lagu klasik yang merupakan genre favorit kami.

Kesenanganku bertambah saat kulihat Claudia mengabarkan padaku bahwa dirinya hamil. ”Rendi, akhirnya keluarga kita akan lengkap. Aku hamil, Ren.!!” “Hamil? Dah berapa bulan usia kehamilanmu?” “3 bulan Ren!” 3 bulan? Berarti tinggal 6 bulan lagi. Aku tak sabar menunggu kehadiran malaikat kecilku, yang akan membawakan keceriaan dalam keluarga kami. Dengan tangis merdunya, dalam tawa lucux, serta senyum manisnya. Tak peduli anak perempuan dan laki-laki, pastilah bayi itu akan menjadi surga bagi aku dan Claudia.

***

Setelah 6 bulan, hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari ini Claudia akan melahirkan. Aku akan menyusul Claudia yang telah ada di rumah sakit 3 hari yang lalu. Di perjalanan menuju ke rumah sakit, aku bingung ingin menamai anakku siapa. Kalau laki-laki aku ingin menamainya Reza atau Roger. Kalau perempuan aku ingin menamakan dia Veronica ato Priscilia. Tapi biarlah Claudia yang menentukan namanya.

Sesampai di rumah sakit, aku bergegas ke ruangan tempat Claudia dirawat. Dan saat aku telah di depan kamar rawat Claudia, ternyata dia telah digotong ke ruang persalinan. Aku turut menemani untuk melarikannya ke ruang persalinan.

“Claudia, semangat ya. Kamu pasti bisa melahirkan dengan selamat. Aku juga sudah punya nama untuk anak kita. Jika laki-laki, aku ingin menamainya Roger atau Reza. Jika perempuan, aku ingin menamainya Veronica atau Priscilia. Sisanya kamu saja yang menentukan ya”kataku dengan tersenyum

“Terima kasih ya Rendi. Aku pasti kuat dan akan melahirkan anak pertama kita dengan selamat”. Itulah percakapanku dengan Claudia sebelum dia memasuki ruang persalinan.

Masuklah Claudia ke ruang persalinan dengan pakaian hijaunya. Aku dan ibu mertuaku hanya bisa menunggu di luar, aku tak bisa masuk ke dalam karena aku phobia darah. Melihat sedikit saja aku sudah mau pingsan, apalagi dengan literan darah yang keluar dari rahim Claudia, aku tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa berdoa dan berdoa untuk keselamatan anakku dan Claudia. Semoga kami dapat berkumpul bersama dan menjadi sebagaimana keluarga.

Setelah 12 jam menunggu dengan resah dan gelisah, datanglah dokter yang membantu persalinan Claudia. Dia datang dengan wajah tertunduk sambil berkata padaku

“Selamat pak, anak bapak perempuan lahir dengan selamat” katanya dengan mencoba memberikan senyum sendu

“Perempuan?” tanyaku

Dengan ragu ia menjawab “Iya pak. Tapi..”

“Tapi apa, Dokter?” Aku bertanya dengan degupan jantung yang semakin cepat

“Maaf pak, walaupun anak anda selamat, tapi istri bapak meninggal sesaat setelah melahirkan anak bapak. Kami berduka atas kematian istri bapak”

“A..a..apa? Claudia meninggal? Hahahaha, jangan bercanda, Dokter. Dokter Cuma bohong, kan?” “Sekali lagi maaf, pak. Tapi ini memang yang terjadi. Yang tabah ya pak. Istri bapak juga sebelum meninggal, menyampaikan kepada saya agar anaknya dinamai Priscilia” katanya sambil menepuk pundakku dan iapun berlalu.

Tak mungkin, aku tak percaya Claudia meninggal. Mimpi, ini pasti mimpi. Tapi sekeras apapun aku menyakiti diriku, aku dapat merasakan sakitnya. Berarti ini kenyataan, bukanlah mimpi belaka. Ya Tuhan, cobaan apa yang Kau berikan kepadaku ini?!!! Aku tak dapat menerima apa yang Kau berikan padaku ini. Salah apakah aku Ya Tuhan?!! Salah apa?!!

***

Itulah sekilas perjalanan cintaku dengan Claudia. Itulah juga alasan mengapa anak yang sangat kudambakan kelahirannya, berbalik kuanggap menjadi penyebab kematian istriku yang kusayangi. Senyum yang kuberikan padanya, telah menjadi amarah tersendiri untuk anak itu.


Selengkapnya...

SUAMI TERBAIK UNTUK BUAH HATI TERCINTA part 1

Perpisahan memang merupakan sebab utama timbulnya kekecewaan di dalam jiwa. Cinta yang telah lama dilalui bersama, dibayar dengan sebuah kata tak beradab penyebab kenestapaan, yaitu “Perpisahan”. Hal itulah yang kualami bersama Almarhumah istriku, Claudia.
***
16 Februari 2011, tepat 7 tahun kematian istriku, Claudia. Wanita yang kuharap mendampingiku dalam sepi, kini telah pergi. Wanita yang kuharap menjadi malaikat hidupku, kini telah berlalu. Semenjak hari itu, aku mengganggap semua hariku hanyalah harapan berselimutkan dusta.

Claudia meninggal saat melahirkan anak pertama kami, Priscilia. Sejak saat itu, anak yang telah ku tunggu-tunggu sebagai pelengkap keluarga, kuanggap sebagai penyebab matinya malaikatku. Keras kepala? Ya, itulah aku. Aku tak dapat menerima keadaanku saat ini. Mengapa Tuhan merenggut semua kebahagiaan yang baru sejenak kurasakan ini? Apakah Tuhan ingin melihatku menangis setiap waktu, menjerit setiap saat, dan frustasi sepanjang hari? Sungguh, aku merasa ini tak adil untukku.
***
Aku pertama kali bertemu dengan Claudia di tempat kerja. Aku adalah seorang Violinist dan Claudia adalah seorang Pianist. Kami bekerja sebagai pemain Orchestra terpandang di Indonesia. Dan Claudia merupakan pemain baru saat itu. Pertama kali aku berkenalan dengan Claudia setelah kami selesai latihan membawakan lagu klasik “Canon in D” karya Pachelbel. Saat berdansa dengan pianonya, aku merasa dia bermain dengan penuh rasa lembut. Dia bermain dengan penuh cinta, seakan-akan pianonya merupakan kekasih yang dia ajak bercengkrama kemana-mana, sampai-sampai membuat aku cemburu.

Setelah kurang lebih satu tahun bekerja bersamanya, aku menembak Claudia. Dia mengatakan “Iya” saat aku mengutarakan isi hatiku kepadanya. Dan setelah masa pacaranku selama 2 bulan, aku memberanikan diri untuk meminangnya. Aku mengajak dia ke kafe spesial kami saat kami bermalam minggu. Kafe itu telah kupersiapkan dengan suasana yang romantis. Aku tak sabar menunggu kehadirannya di kafe, walau memang perasaanku juga deg-degan saat itu takut pinanganku ditolak olehnya.

Dari pintu masuk kafe, terlihatlah sosok Claudia dengan gaun cantik seraya seorang Cinderella menghadiri pesta pangeran kerajaan. Pelayanpun mempersilahkan dia duduk di meja no.8, angka yang menurutku merupakan angka keberuntungan. Usai duduk, semua lampu di kafe itu dimatikan. Dan hanya lampu di panggung tempatku memulai aksiku yang menyala. Akupun memainkan biolaku dan memainkan lagu “To Love You More” dari Celine Dion. Aku harap dengan aku membawakan lagu ini, dia dapat menerima pinangan indah ini. Aku memainkan biolaku sama dengan dia memainkan pianonya, bermain dengan lembut dan penuh cinta. Dan aku melihat dia terpaku melihat sosokku yang sedang bermain biola.

Setelah 5 menit aku memainkan biolaku dengan kaloborasi tangan kanan yang memegang bow, dan tangan kiri bermain di finger board biola, aku mulai berbicara di depan mike guna menyatakan hasratku kepadanya. “Untuk Claudia kekasihku, mungkin ini terlalu cepat bagimu. Mungkin ini juga belum pantas untukmu. Tapi aku sudah tak dapat lagi menyimpan terlalu lama hasratku ini. Aku hanya ingin bertanya, maukah kau terima pinanganku ini? Pinangan tanpa sisa cinta yang lain? Tapi jika kamu belum dapat menerimanya, aku sanggup menunggu hingga kamu membuka hatimu untukku. Membuka pintu cahaya tempat sosok bidadari bernaung dan memainkan harpanya. Jadi apakah engkau bersedia menjadi istriku, Claudia?”. Aku melihat ia terpana dengan kata-kataku. Mungkin dia shock dengan tindakanku yang mungkin terburu-buru ini. Tapi sudahlah, aku tak boleh mundur dari apa yang kulakukan sekarang. Aku telah siap menerima setiap konsekuensi yang ada.

Tetapi, dalam gundah yang memberontak di kalbu, bersinarlah cahaya putih di sanubariku. Rona bahagia terpancar dari anggukan Claudia. Apakah itu artinya “YA”? Ya, dia menerima pinanganku dan bersedia menjadi istriku! Aku tak dapat menggambarkan bagaimana perasaanku saat itu. Yang jelas aku sudah seperti terbang di kerajaan awan cinta Claudia. Sungguh seperti di surga rasanya.
Selengkapnya...